SUKA DUKA MENJADI PENGAWAS UJIAN
Bersama Ibu Simone BOE Malang
Pagi itu hingga tiga hari kedepan, di tahap satu dan dua, aku mendapat tugas menjadi pengawas ujian. Untuk kali pertama ujian yang kuawasi bukan para siswa, tetapi para bapak dan ibu guru. Pertama yang kupikir pasti bukan hal mudah menjadi pendamping beliau - beliau di ruang ujian. Suasana juga akan berbeda dengan siswa. Karena nantinya tidak hanya sekedar pengawas, tetapi akan membantu apabila terjadi kesulitan teknis saat tes berlangsung.
Pukul 06.00 kami para petugas, panitia serta pengawas dari BOE Malang sudah hadir di tempat ujian. Demikian juga para peserta ujian juga sudah banyak yang datang. Nampak ketegangan pada raut muka mereka. Ada yang belajar, menjalankan ibadah sholat dan ada juga yang hanya duduk dengan pandangan jauh entah kemana. Mereka tidak banyak tegur sapa atau bahkan bercanda. Sehingga membuat suasana menjadi makin menegangkan.
Tiga puluh menit kemudian, serangkaian kegiatan dilakukan sebelum memulai ujian. Para peserta berjajar mengantri pengecekan administrasi kesehatan (hasil test swab), pengukuran suhu badan dan saturasi oksigen. Ada petugas dari pihak sekolah, dinas kesehatan dan dispenduk. Mereka meneliti satu - persatu berkas peserta. Keriuhan terlihat diantara ketegangan yang mereka rasakan.
Selanjutnya para peserta diarahkan ke ruang transit, di sini termasuk aku yang bertugas. Aku menyambut para bapak dan ibu guru di depan pintu. Dengan sapa dan senyum hangat untuk menghilangkan ketegangan mereka. Itulah yang dipesankan kepada para pengawas, untuk membuat peserta merasa aman dan nyaman agar tidak tertekan. Setelah masuk di ruang transit, kami saling bercanda memcah kesunyian. Saling memberi semangat agar tidak sakit. Mereka sudah mulai hangat, tampak ceria dari sebelumnya. Sambil bercanda mereka bisa beristirahat juga.
Masih di tengah - tengah hangatnya suasana, aku berkeliling melakukan lagi pengecekan administrasi, yaitu nomor peserta, kesesuaian KTP dengan nomor peserta dan juga ruang tempat ujian. Saat pengecekanpun dengan renyahnya kuajak bincang - bincang, apakah ada yang sakit, apakah ada yang dikeluhkan atau apakah ada yang diperlukan. Mereka nampak begitu akrab satu sama lain. Ketegangan sirna dan semangat peserta membuatku bahagia.
Tepat pukul 07.30 kami menuju ruang ujian. Setelah dilakukan presensi, peserta memasuki ruang ujian (lab TKJ yang disiapkan untuk ujian), berdo'a bersama dan menyimak tata tertib pelaksanaan ujian. Selanjutnya ujianpun dimulai. Saat itulah ketegangan dimulai lagi. Beberapa peserta merupakan pengabdi yang sudah lama di sekolah. Kebetulan ada beberapa yang kurang familiar dengan ujian berbasis komputer, sehingga mereka perlu didampingi dan dibantu. Mereka terlihat takut membuat kesalahan.
Disamping itu, ada beberapa peserta yang sakit, yang kebetulan berada di ruangku. Mulai hari pertama sampai hari keempat mereka yang sakit selalu ada. Saat kutanya sakitnya, rata - rata jawabnya adalah kelelahan belajar, takut, gugup dan merasa tidak yakin. Aku hanya bisa membantu mendampingi mereka dan menyediakan obat - obatan. Kusemangati mereka untuk meyelesaikan ujian. Sedih rasanya saat melihat hal itu. Mereka guru - guru hebat yang sedang berjuang.
Satu demi satu soal ujian dikerjakan. Hingga waktupun berakhir. Sedikit keriuhan mulai terjadi. Para peserta bisa melihat hasil tes akhir setelah menyelesaikan soal. Mereka saling menghitung hasilnya. Sesaat kemudian tiba - tiba ada yang tertawa ada yang menangis dan ada yang bersujud syukur. Ada beberapa yang juga memelukku, tidak bisa menahan perasaanya. Aku tak bisa menggambarkan perasaanku juga. Yang membuatku ikut bersedih ketika bapak dan ibu guru yang sudah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun tidak lolos, mereka menangis dan putus harapan. Pegangan tangan dan pelukannya padaku membuat aku tak dapat lagi berkata - kata. Hanya ucapan penyemangat untuk beliau - beliau. Rasanya bukan kesedihan yang kuharapkan, namun hanya kebahagiaan bagi mereka.
Di samping rasa sedih yang kurasakan, ada rasa bahagia juga. Para peserta yang lolos sangat senang. Mereka mendapatkan harapan baru setelah perjuangannya. Saking senangnya sampai - sampai ada peserta ujian yang meminta nomor telefon. Ada juga yang akan mengunjungiku setelah punya waktu senggang. Kami berbagi kebahagiaan saat itu. Tak lupa kujabat tangan mereka dan kuberi ucapan selamat. Selamat untuk para pengabdi negeri yang berjuang sepenuh hati.
Sampai saat ini rasa itu masih terasa. Masih terlintas jelas mereka yang berduka dan bahagia. Mereka yang berbahagia bisa bercerita keberhasilannya. Sementara yang berduka berjalan menunduk dengan senyum simpulnya. Aku percaya itu semua bukan akhir duka selamanya, semoga kedepan tetap tercapai harapannya. Untukmu para Bapak dan Ibu Guru rasa hormatku selamanya.
Ling 2022
No comments:
Post a Comment